Kisah Mengurangi Pemborosan di Apotek Sehat dengan Lean Healthcare

Di sebuah kota kecil, ada sebuah apotek bernama Apotek Sehat yang telah melayani masyarakat selama puluhan tahun. Meskipun dikenal karena pelayanannya yang ramah, apotek ini mulai menghadapi masalah serius. Pelanggan sering mengeluh tentang waktu tunggu yang lama, obat yang sering habis, dan kesalahan dalam pengambilan resep. Hal ini mulai memengaruhi reputasi dan keuangan apotek tersebut.

Suatu hari, Andi, seorang apoteker senior yang telah bekerja di Apotek Sehat selama 15 tahun, melihat seorang pasien lansia, Pak Rahmat, duduk dengan wajah lelah di ruang tunggu. Setelah hampir 30 menit menunggu, Pak Rahmat akhirnya bangkit dan mendekati konter.

"Maaf, Pak. Obat tekanan darah Anda sedang habis. Mungkin bisa coba datang lagi minggu depan," kata seorang petugas dengan nada menyesal.

Pak Rahmat menghela napas, kecewa dan lelah. Ini bukan pertama kalinya ia harus pulang dengan tangan kosong. Andi, yang memperhatikan dari kejauhan, merasa ada yang salah. Bagaimana bisa apotek yang selama ini dibanggakan, kini mulai mengecewakan pasiennya?

Beberapa hari kemudian, Andi menghadiri sebuah seminar tentang Lean Healthcare. Ia mendengar bagaimana prinsip ini mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan di banyak rumah sakit dan klinik. Ia pun terinspirasi untuk menerapkan prinsip Lean di Apotek Sehat.

Namun, saat ia mengusulkan ide ini kepada timnya, banyak yang skeptis.

"Lean itu untuk pabrik, bukan apotek," protes Siti, salah satu teknisi farmasi senior.

"Terlalu rumit dan butuh biaya besar," tambah Budi, pengelola inventaris.

Andi tahu ini akan sulit, tetapi ia tetap bertekad untuk mencoba. Ia mulai dengan mengidentifikasi berbagai pemborosan seperti waktu tunggu yang lama, stok obat berlebihan, dan proses pengambilan resep yang berulang.

Langkah pertama adalah memahami alur kerja dengan lebih baik. Andi menemukan bahwa banyak waktu terbuang karena obat sering dicari secara manual. Ia pun mengusulkan penggunaan sistem barcode untuk mempercepat proses pengambilan obat.

Kemudian, ia mencoba menata ulang sistem persediaan dengan prinsip Pull System, hanya menyimpan obat yang sering digunakan dan menyesuaikan stok sesuai permintaan. Ini membantu mengurangi kekosongan obat yang sering dikeluhkan pasien.

Tak hanya itu, Andi juga memperkenalkan budaya perbaikan berkelanjutan, mendorong seluruh tim untuk terus mencari cara memperbaiki pelayanan, sekecil apapun perubahannya.

Setelah beberapa bulan, perubahan mulai terasa. Waktu tunggu pasien berkurang drastis, kesalahan pengambilan resep menurun, dan Pak Rahmat kini bisa mendapatkan obatnya tanpa harus menunggu lama.

"Terima kasih, Nak. Sekarang saya tidak perlu khawatir obat saya habis lagi," kata Pak Rahmat pada Andi suatu sore.

Perjuangan Andi untuk menerapkan Lean di Apotek Sehat mungkin penuh tantangan, tetapi hasilnya sangat memuaskan. Tidak hanya memperbaiki efisiensi, tetapi juga mengembalikan kepercayaan pasien dan memperkuat ikatan antara apotek dan komunitasnya. Bagi Andi dan timnya, Lean bukan sekadar metode, tetapi sebuah perjalanan menuju pelayanan yang lebih baik.

 

Add new comment

CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
1 + 1 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.