Moralitas, Kepercayaan, dan Rasa Aman di Pelayanan Kesehatan
Baru-baru ini publik dikejutkan oleh kasus memilukan yang melibatkan seorang dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien di sebuah rumah sakit. Kejadian ini tidak hanya mencoreng nama baik profesi kedokteran, tetapi juga mengguncang fondasi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pelayanan kesehatan. Sebagai konsultan rumah sakit, saya melihat bahwa persoalan ini lebih dari sekadar kasus kriminal individu—ini adalah alarm keras tentang pentingnya integritas, sistem pengawasan, dan budaya profesional dalam rumah sakit.
Rumah sakit adalah ruang yang seharusnya menjadi tempat aman, tempat di mana pasien dan keluarganya merasa dilindungi dalam kondisi paling rentan mereka. Dalam struktur layanan kesehatan, dokter memegang peran sentral sebagai pemegang amanah kepercayaan—bukan hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk menjaga martabat dan hak-hak pasien serta keluarga mereka. Ketika seorang tenaga medis menyalahgunakan posisinya untuk melakukan kekerasan seksual, maka ia tidak hanya melukai korban, tetapi juga mengkhianati prinsip paling dasar dalam profesi ini: primum non nocere—jangan membahayakan.
Kasus ini membuka tabir tentang lemahnya sistem pengawasan internal di beberapa institusi kesehatan. PPDS adalah individu yang sedang dalam masa pendidikan spesialis, berada dalam pengawasan dan bimbingan ketat dari rumah sakit pendidikan dan universitas. Jika pengawasan berjalan dengan baik, maka potensi penyimpangan perilaku, apalagi seberat tindak kekerasan seksual, seharusnya bisa diminimalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kita belum cukup sensitif untuk mendeteksi red flag perilaku tenaga medis sejak awal.
Kita juga harus membicarakan soal kultur. Dalam beberapa lingkungan rumah sakit, masih ada budaya hierarki kaku yang membuat junior enggan melaporkan seniornya atau bahkan sesama rekan kerja, karena takut terhadap stigma, balas dendam, atau label “tidak loyal.” Situasi ini menciptakan celah bagi pelaku dengan kecenderungan predator untuk menyembunyikan tindakan mereka di balik jabatan, status, atau seragam profesi.
Ke depan, rumah sakit harus lebih tegas dalam membangun sistem yang menjamin rasa aman bagi semua. Protokol perlindungan pasien dan keluarganya dari pelecehan atau kekerasan harus menjadi bagian dari standar pelayanan. Edukasi mengenai etika dan profesionalisme bukan hanya diberikan saat kuliah kedokteran, tetapi harus terus dipupuk melalui pelatihan berkelanjutan dan evaluasi integritas tenaga medis secara berkala.
Lebih dari itu, penting bagi rumah sakit untuk menciptakan kanal pengaduan yang aman, anonim, dan responsif. Masyarakat, pasien, bahkan staf internal harus memiliki kepercayaan bahwa setiap keluhan akan ditanggapi dengan serius dan tanpa intimidasi. Ini adalah bagian dari transformasi sistem kesehatan kita menuju layanan yang tidak hanya bermutu secara klinis, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Terakhir, kepada para korban, suara kalian penting. Meski menyakitkan, keberanian untuk bersuara adalah langkah awal menuju keadilan dan perbaikan sistem. Kepada institusi pendidikan dan pelayanan kesehatan, saatnya berbenah. Kita tidak hanya bertanggung jawab atas pelayanan medis, tapi juga atas ruang-ruang aman yang kita ciptakan bagi mereka yang datang dengan harapan dan kepercayaan.
PT. Ligar Mandiri Indonesia
Perum Pondok Pakulonan
Blok H6 No. 7 Alam Sutera Tangerang Selatan
HP.
0857 1600 0879
Email : Bpcreator02@gmail.com
© 2025 - Ligar Mandiri Consulting - Menuju Rumah Sakit Kelas Dunia
Add new comment