Pengalaman Pendampingan bab akreditasi pelayanan, anestesi, dan bedah (PAB)
Saat pertama kali saya menginjakkan kaki di rumah sakit itu, nuansanya terasa hangat tapi juga penuh ketegangan. Mereka bersiap menghadapi akreditasi, dan saya diundang untuk mendampingi tim mereka, khususnya pada kelompok standar yang dianggap paling "berisiko tinggi" — pelayanan, anestesi, dan bedah.
Dari awal, saya tahu tantangan utamanya bukan sekadar dokumen. Ini tentang budaya. Saya bisa melihatnya dari cara para perawat di ruang pemulihan berbicara pelan-pelan satu sama lain saat kami berdiskusi—seolah ada kekhawatiran jika "salah jawab." Ada rasa takut dinilai. Saya tidak menyalahkan mereka. Akreditasi sering kali hadir seperti momok, bukan sebagai alat perbaikan. Dan di sinilah tugas saya dimulai: mengubah persepsi itu.
Hari pertama saya habiskan dengan observasi di ruang bedah. Jadwal operasi padat, namun pencatatan pra-anestesi masih manual dan tidak terintegrasi. Ada satu kejadian yang saya ingat betul. Seorang pasien dijadwalkan untuk tindakan ortopedi dengan spinal anestesi. Ketika saya telusuri dokumennya, tidak ditemukan form skrining risiko anestesi yang semestinya sudah diisi dan dievaluasi minimal 24 jam sebelumnya. Ini bukan hanya persoalan dokumen—ini soal keselamatan pasien.
Saya kumpulkan tim bedah dan anestesi, tidak untuk menghakimi, tapi untuk membuka ruang dialog. Saya mulai dengan cerita dari rumah sakit lain yang hampir mengalami sentinel karena hal serupa. Perlahan, mereka mulai terbuka. Kepala ruang bedah mengaku bahwa form itu sebenarnya sudah ada, tapi masih dalam bentuk draf dan belum dibiasakan di lapangan. Masalahnya bukan niat, tapi sistem.
Kami mulai menyusun strategi sederhana: integrasi form ke dalam briefing harian, pembagian tanggung jawab antar tim, dan simulasi pelaksanaan. Saya tidak hanya memberi tahu apa yang harus dilakukan, saya turun langsung: ikut mendampingi tim saat simulasi skrining anestesi, ikut dalam tim monitoring saat operasi berlangsung, dan berdiskusi satu per satu dengan operator.
Namun, titik balik yang paling saya kenang adalah ketika kepala instalasi bedah mendatangi saya di sore hari usai shift panjang. Dia bilang, “Ternyata ketika sistemnya dibikin jelas, kami malah jadi merasa lebih aman, ya. Bukan karena akreditasi... tapi karena kami tahu semua risiko sudah dipikirkan.”
Mendengar itu, saya tahu kami sudah berada di jalur yang benar. Menjelang hari survei, suasana sudah berubah. Tim lebih percaya diri. Bukan karena mereka menghafal jawaban, tapi karena mereka paham alasan di balik tiap proses. Ketika surveior masuk ruang operasi dan bertanya soal komunikasi pra-operatif, perawat anestesi menjawab lugas sambil menunjuk alur baru yang kami rancang bersama.
Dan saat surveior mengangguk dengan senyum puas, saya tahu: yang kita capai bukan sekadar kelulusan, tapi perubahan budaya.
PT. Ligar Mandiri Indonesia
Perum Pondok Pakulonan
Blok H6 No. 7 Alam Sutera Tangerang Selatan
HP.
0857 1600 0879
Email : Bpcreator02@gmail.com
© 2025 - Ligar Mandiri Consulting - Menuju Rumah Sakit Kelas Dunia
Add new comment