Pendampingan Standar Akreditasi Bab Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK)

Rumah Sakit X terletak di pinggiran kota yang sedang berkembang pesat. Pasien datang dari berbagai penjuru, dari masyarakat kota sampai desa-desa di pelosok. Namun, di balik angka kunjungan yang terus naik, tersimpan tantangan besar yang selama ini tidak terlalu disadari oleh manajemen—akses masuk pasien yang tidak seragam, prosedur rujukan yang belum efektif, dan yang paling krusial: tidak ada sistem baku untuk menjaga kontinuitas pelayanan antar unit di dalam rumah sakit, terutama bagi pasien yang berpindah layanan atau harus dirujuk keluar.

Ketika rumah sakit ini memulai proses akreditasi, standar Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas Pelayanan (ARK) menjadi sorotan. Tim akreditasi internal mulai menyusun bukti-bukti, tetapi justru dari sanalah banyak hal terungkap: beberapa pasien rujukan dari puskesmas sempat tertunda karena proses administrasi yang tidak jelas; pasien rawat jalan yang seharusnya kontrol ke poli spesialis tidak mendapatkan informasi lanjutan yang sistematis; bahkan dalam kasus rawat inap, ada pasien yang berpindah ruangan tanpa disertai informasi klinis yang menyatu antar tim.

Saya masuk dalam situasi ini sebagai konsultan pendamping. Ketika saya melakukan observasi dan FGD (focus group discussion) awal, saya bisa merasakan bahwa tantangan ARK ini bukan karena tidak adanya niat baik, tapi karena belum ada sistem yang terintegrasi. Setiap unit bekerja keras, tapi masih dalam kotaknya masing-masing. Masalah muncul ketika pasien berpindah dari satu kotak ke kotak lain, dan tidak ada jembatan yang menghubungkan alur layanan secara utuh.

Di titik inilah saya mulai mengajak rumah sakit untuk melihat kembali makna akses dan kontinuitas pelayanan, bukan sekadar sebagai syarat akreditasi, tetapi sebagai bentuk penghormatan terhadap hak pasien atas layanan yang utuh, aman, dan tidak terputus. Saya bawa mereka merujuk pada regulasi terbaru, termasuk Permenkes Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kesehatan, yang menekankan pentingnya sistem pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan berbasis risiko. Juga saya sampaikan bahwa sistem rujukan dan koordinasi antar fasilitas diatur dengan rinci dalam Permenkes Nomor 1 Tahun 2022 tentang Rekam Medis, yang menuntut adanya kesinambungan data dan komunikasi antar penyedia layanan.

Saya tidak langsung meminta rumah sakit membuat SOP. Yang saya lakukan pertama adalah menyatukan para pemilik proses: dari bagian admission, rekam medis, rawat jalan, IGD, keperawatan, hingga dokter penanggung jawab pelayanan. Kami membuat simulasi kasus—pasien stroke yang masuk dari IGD, dirawat di ICU, lalu ke ruang rawat, lalu kontrol ke poli—dan melihat bagaimana seharusnya data, komunikasi, dan edukasi diberikan sepanjang lintasan layanan itu. Dari simulasi ini, para staf mulai menyadari bahwa mereka semua terlibat dalam satu perjalanan yang sama, bukan bagian yang terpisah.

Lalu perubahan pun dimulai. Sistem triase diperkuat, alur rujukan masuk dan keluar ditata ulang, komunikasi antar unit dibuat terstruktur, dan pemanfaatan teknologi mulai diarahkan untuk mendukung pelacakan status pasien dan tindak lanjutnya. Tim case manager dilibatkan lebih aktif dalam menjembatani perawatan lanjutan. Edukasi kepada pasien juga diperbaiki agar mereka tahu harus kembali ke mana, membawa apa, dan kapan.

Ketika hari survei akreditasi tiba, standar ARK bukan lagi menjadi beban, tapi justru menjadi area yang ditunjukkan dengan penuh percaya diri oleh tim rumah sakit. Salah satu asesor menyebut bahwa apa yang dilakukan RS X adalah contoh baik dari penerapan prinsip akses dan kesinambungan pelayanan yang menyatu dalam budaya kerja, bukan hanya prosedur.

Bagi saya, keberhasilan pendampingan ini bukan hanya tentang nilai akreditasi yang tinggi. Tapi ketika saya melihat pasien pulang dari rawat inap dengan rencana kontrol yang jelas, staf rawat jalan yang tahu riwayat pasiennya tanpa harus bertanya ulang, dan sistem rujukan yang berjalan mulus tanpa mempermainkan waktu dan rasa khawatir keluarga—di situlah saya merasa bahwa perubahan nyata sedang terjadi.

Dan semua itu bermula dari satu kesadaran sederhana: bahwa akses dan kontinuitas pelayanan bukan tentang pintu masuk dan keluar rumah sakit semata, tapi tentang menjaga keberlangsungan harapan pasien untuk sembuh, dari awal hingga akhir perjalanannya.

Add new comment

CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
2 + 17 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.