Misi Sosial dan sumber pendapatan Rumah Sakit
Rumah Sakit x berdiri megah di tengah kota yang padat. Bangunannya modern, pelayanannya cukup dikenal, dan setiap pagi, antrean pasien selalu tampak ramai di lobi. Dari luar, semua terlihat baik-baik saja. Tapi di balik dinding rapat ruang direksi, para pengambil keputusan duduk gelisah menghadapi kenyataan yang tak seindah penampakannya.
Dr. Andini, direktur utama, adalah seorang klinisi yang punya semangat kuat untuk menjadikan RS Sentosa sebagai rumah sakit rujukan utama di wilayah itu. Namun, belakangan ia merasa berat memikul beban yang terus membesar. Biaya operasional naik, tenaga medis menuntut penyesuaian honor, alat kesehatan butuh pengadaan baru, sementara pendapatan stagnan.
Masalahnya bukan tidak ada pasien. Tapi terlalu besar porsi pasien BPJS, terlalu sedikit yang membayar tunai atau melalui asuransi swasta. Klinik eksekutif yang dulu digadang-gadang sebagai andalan justru sepi, kalah bersaing dengan layanan klinik premium milik swasta yang lebih gesit dan agresif dalam promosi.
Dalam satu rapat direksi, konflik mulai pecah.
Bagian keuangan bersikeras menekan pengeluaran, bahkan mengusulkan pengurangan jumlah perawat jaga malam. Kepala pelayanan medis menolak keras—“Pasien bukan angka!” katanya lantang. Manajer pemasaran menyarankan membuka layanan baru, seperti wellness center atau medical check-up korporat. Tapi usulan itu dianggap mimpi di tengah kenyataan kas rumah sakit yang menipis.
“Apa kita mau jadi rumah sakit yang jualan check-up ke perusahaan dan lupa sama pasien yang benar-benar sakit?” kata Dr. Andini dengan nada getir.
Waktu terus berjalan. Rumah sakit harus memilih: bertahan dengan idealisme atau mulai berpikir layaknya entitas bisnis. Mereka mencoba berbagai upaya: menjalin kerja sama dengan perusahaan asuransi, mengembangkan layanan rawat jalan sore, hingga membuka layanan gigi estetik. Beberapa berhasil, beberapa gagal karena manajemen setengah hati atau tenaga yang kurang.
Di tengah proses itu, mereka belajar satu hal: revenue stream bukan sekadar soal ide kreatif menghasilkan uang, tapi soal keberanian untuk menata ulang cara pandang. Bahwa rumah sakit bukan sekadar tempat menyembuhkan, tapi juga harus sehat secara finansial agar bisa terus memberi manfaat.
Kini, RS X belum sepenuhnya pulih. Tapi mereka melangkah dengan lebih sadar. Setiap keputusan revenue bukan lagi hanya soal uang, tapi soal keseimbangan antara keberlanjutan dan nilai kemanusiaan. Sebuah pelajaran mahal, namun penting—karena tak ada pelayanan yang bisa bertahan lama jika fondasi finansialnya keropos.
PT. Ligar Mandiri Indonesia
Perum Pondok Pakulonan
Blok H6 No. 7 Alam Sutera Tangerang Selatan
HP.
0857 1600 0879
Email : Bpcreator02@gmail.com
© 2025 - Ligar Mandiri Consulting - Menuju Rumah Sakit Kelas Dunia
Add new comment