Menerapkan PDCA dalam Menurunkan Infeksi Luka Operasi
Di sebuah rumah sakit besar, saya diundang sebagai konsultan untuk membantu tim mutu dan manajemen risiko mengatasi masalah yang semakin mengkhawatirkan: meningkatnya angka infeksi luka operasi (ILO). Dalam tiga bulan terakhir, tingkat infeksi melonjak dari 2% menjadi 7%, jauh melampaui batas yang ditetapkan WHO.
Saat pertama kali bertemu dengan tim, suasana di ruang rapat terasa tegang. Dr. Sinta, kepala tim mutu, langsung membuka pembicaraan, “Kami sudah mengikuti prosedur standar, tapi angka infeksi tetap tinggi. Kami butuh solusi yang benar-benar bisa diterapkan.”
Saya mengangguk, lalu mengusulkan pendekatan PDCA—Plan, Do, Check, Act. “Kita tidak bisa hanya mengandalkan insting atau kebiasaan lama. Kita harus menganalisis penyebabnya secara sistematis, menguji solusi, dan terus menyempurnakannya.”
Tim segera mulai bekerja. Data dikumpulkan, laporan insiden dianalisis, dan kami menelusuri setiap tahapan prosedur yang dilakukan di kamar operasi. Dari sana, kami menemukan beberapa titik lemah. Kepatuhan cuci tangan masih rendah, pemberian antibiotik profilaksis tidak selalu dilakukan dengan benar, dan ada indikasi bahwa sterilisasi alat belum optimal. Temuan ini menjadi dasar untuk menyusun rencana intervensi: pelatihan ulang kepatuhan cuci tangan, implementasi checklist antibiotik sebelum operasi, serta audit ketat terhadap proses sterilisasi alat.
Pelaksanaan uji coba dimulai di dua kamar bedah utama. Setiap tim operasi kini diwajibkan menggunakan surgical safety checklist sebelum memulai prosedur. Tim pengendalian infeksi dikerahkan untuk melakukan inspeksi mendadak, sementara laporan harian tentang kepatuhan terhadap protokol baru dikumpulkan secara berkala.
Tantangan pun muncul. Beberapa dokter bedah senior mulai menunjukkan ketidakpuasan. “Kami sudah melakukan operasi bertahun-tahun, kenapa sekarang harus pakai checklist yang hanya memperlambat pekerjaan?” salah satu dari mereka mengeluh. Saya memahami bahwa perubahan tidak selalu diterima dengan mudah, apalagi di lingkungan dengan hierarki yang kuat seperti rumah sakit.
Saya tidak memilih untuk berkonfrontasi, melainkan mengajak mereka berdiskusi dengan pendekatan berbasis data. Saya menunjukkan bahwa dalam beberapa minggu pertama uji coba, angka kepatuhan cuci tangan meningkat dari 60% menjadi 85%. Namun, saya juga menyadari bahwa hambatan terbesar bukan hanya soal prosedur baru, tetapi tentang kenyamanan dan kebiasaan lama. Oleh karena itu, dalam sesi evaluasi berikutnya, kami menyederhanakan checklist agar lebih praktis tanpa mengurangi efektivitasnya. Selain itu, dukungan dari direktur medis semakin diperkuat untuk memastikan bahwa semua dokter, termasuk yang senior, mulai melihat perubahan ini sebagai bagian dari standar keselamatan pasien yang baru.
Hasilnya mulai terlihat. Setelah dua bulan, angka infeksi luka operasi turun drastis menjadi 2,5%. Program ini tidak hanya mengurangi risiko bagi pasien tetapi juga membentuk budaya baru di rumah sakit. Keselamatan pasien bukan lagi hanya sekadar slogan, melainkan sesuatu yang benar-benar diperjuangkan dalam setiap prosedur medis.
Saat hasil akhir dipresentasikan di depan manajemen rumah sakit, Dr. Sinta tersenyum puas. “Ini bukan hanya soal mengurangi angka infeksi,” katanya, “tapi soal bagaimana kita bisa bekerja sama menciptakan perubahan.”
Saya meninggalkan rumah sakit itu dengan keyakinan bahwa PDCA bukan sekadar teori yang diajarkan di buku-buku manajemen mutu. Ketika diterapkan dengan cara yang tepat, dengan melibatkan semua pihak dan memastikan bahwa perubahan dibuat secara bertahap serta berbasis data, PDCA bisa menjadi alat yang sangat efektif dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
#ManajemenMutu #KeselamatanPasien #PDCA #ManajemenRisiko #RumahSakit #HealthcareQuality #PasienSelamat #MutuPelayanan #QualityImprovement
PT. Ligar Mandiri Indonesia
Perum Pondok Pakulonan
Blok H6 No. 7 Alam Sutera Tangerang Selatan
HP.
0857 1600 0879
Email : Bpcreator02@gmail.com
© 2025 - Ligar Mandiri Consulting - Menuju Rumah Sakit Kelas Dunia
Add new comment