Ketika Adzan Menjawab Doa

Di tengah hiruk-pikuk kota dan deru ambisi yang tak pernah reda, Raka adalah satu dari ribuan manusia yang sibuk mengejar dunia. Setiap hari ia terjebak dalam ritme kerja, rapat, dan target yang tiada akhir. Sholat lima waktu? Kadang di akhir waktu, kadang hanya jadi formalitas.

Namun suatu hari, hidupnya seolah diremuk.

Putrinya, Aisyah, divonis mengalami kelainan jantung bawaan. Dokter berkata, operasi harus segera dilakukan, dan biayanya sangat besar. Raka panik. Tabungannya tidak cukup. Ia mengajukan pinjaman ke bank, ke kantor, ke teman-temannya. Semua mentok. Di tengah keputusasaan itu, untuk pertama kalinya dalam hidup setelah sekian lama, Raka sujud dalam tangis.

“Ya Allah… tolong aku… aku butuh Engkau…”

Hari-hari berikutnya, Raka berubah. Setiap kali adzan berkumandang, dia menghentikan semua aktivitas. Ia berlari ke masjid. Menunggu sholat, berzikir, lalu berdoa. Ia mulai jatuh cinta pada waktu-waktu sholat. Dalam penantian itu, hatinya tenang. Harapannya dititipkan di setiap sujud. Ia tidak tahu dari mana jalan akan datang, tapi ia yakin, Allah mendengar.

Dua minggu berlalu. Belum ada perubahan. Tapi Raka tak menyerah. Hingga suatu sore, setelah Ashar di masjid, seorang pria tua menghampirinya.

“Kamu Raka, kan? Saya dengar tentang anakmu dari Pak Imam. Ini, ada sedikit bantuan dari jamaah masjid. Dan… saya punya kenalan dokter jantung anak, insya Allah bisa bantu.”

Air mata Raka tak terbendung. Allah menjawab—bukan hanya dengan dana, tapi dengan harapan dan cinta dari orang-orang tak dikenal.

Hari itu, Raka sadar. Ketika kita mengutamakan panggilan Allah, Allah menyegerakan jawaban-Nya. Terkadang bukan dalam bentuk yang kita minta, tapi dalam bentuk yang jauh lebih lembut, lebih indah, dan lebih tepat waktu.

Add new comment

CAPTCHA
This question is for testing whether or not you are a human visitor and to prevent automated spam submissions.
4 + 5 =
Solve this simple math problem and enter the result. E.g. for 1+3, enter 4.